Kosong
Tuan putri berlari di belantara hutan.
Menapaki jalan kecil berbatuan.
Pepohonan meminta putri berhati-hati, namun putri semakin kencang berlari.
Memburu tujuan yang akhirnya menyapa di ujung jalan.
Tuan putri berhenti didepan pintu kayu, "Nenek penyihir, saya datang untukmu".
Suara terkekeh terdengar seiring suara derit pintu terbuka, "Untukku? Bukankah kau datang untuk dirimu sendiri?". Wanita tua muncul dibalik pintu itu.
"Bagaimana mungkin nenek selalu tahu jawaban sebelum aku menanyakan pertanyaan?". Tuan putri melangkah masuk. "Mengapa saya merasa kosong? Saat semua merasa harusnya saya bahagia, mengapa saya hanya bisa tersenyum namun merasa hampa?"
Nenek penyihir itu kembali terkekeh. "Karena saat kau melakukan hal yang tidak kau inginkan demi kebahagiaan orang-orang disekitarmu, saat itu pula kamu telah kehilangan dirimu".
"Lalu saya harus apa?".
Helaan nafas terdengar diantara sunyi. "Menjalani. Bukankah hanya itu yang bisa kau lakukan? Bukankah hidup tidak pernah memberimu pilihan?".
Tuan putri hanya terdiam menatap kosong kata-kata yang menari hilang di udara. "Bagaimana mungkin nenek bisa begitu mengetahui dan mengerti? Seakan-akan nenek pernah menjalani".
"Mengapa kau mempertanyakan pertanyaan yang kau sudah tahu jawabannya?".